Ketika anak mulai sekolah tanpa ditemani orangtuanya, biasanya mereka sudah dibekali uang jajan. Jadi jika istirahat siang, ada les sepulang sekolah, orangtua tak perlu membawakan makanan karena anak bisa membeli makanan sendiri di kantin sekolah. Namun gunanya memberikan uang jajan pada anak sebenarnya tidak hanya agar anak tidak kelaparan di sekolah. Kebanyakan pakar keuangan sepakat bahwa anak perlu diberi uang saku agar dapat belajar mengelola keuangan sejak dini.
"Memberikan uang saku pada anak akan menjadi sarana manajemen keuangan terbaik yang bisa Anda terapkan pada anak," ujar Janet Bodnar, wakil pemimpin redaksi kanal Personal Finance di Kiplinger. Ia tak khawatir anak akan menghambur-hamburkan uang. "Ketika uang itu milik mereka, anak-anak akan membuat keputusan pembelian yang lebih tepat."
Lalu, bagaimana agar pemberian uang saku ini dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh anak? Kebutuhan dan kemampuan setiap anak tentu berbeda, namun Bodnar memberikan beberapa rambunya.
Kapan harus memberikan uang jajan?
Begitu anak mampu mengekspresikan keinginannya dalam hal-hal yang bersifat materi, itulah saat Anda perlu memberikan uang saku untuknya. Uang dapat diberikan saat usia anak sekitar 3-5 tahun, tergantung kondisinya. Bodnar mengatakan, kesalahan pertama yang dilakukan para orangtua adalah terlambat mengawali kebiasaan ini. Umumnya orangtua akan menunggu sampai anak memasuki "pra ABG", sekitar usia 8-10 tahun, sehingga kehilangan kesempatan untuk membahas masalah keuangan dengan anak-anak yang masih mau mendengarkan nasihat orangtuanya. Ketika anak mulai ABG, mereka sudah mendapat banyak pengaruh dari luar, seperti teman-teman, iklan, dan tentunya media, sehingga lebih sulit diarahkan.
Jangan terlalu sedikit
Setiap orangtua tentu berhati-hati untuk tidak memberikan terlalu banyak uang pada anak. Mereka khawatir anak akan terbiasa mendapatkan apapun yang diinginkannya, sehingga tidak menghargai uang. Apalagi pada anak yang masih kecil, tentunya ia belum mengerti uang sehingga dikhawatirkan akan menyia-nyiakan uangnya.
Berapa besar uang saku yang harus diberikan, sebenarnya tidak ada kaitannya dengan usia anak. Anda juga tidak perlu mengambil patokan jumlah yang diberikan orangtua lain untuk anaknya. Bagaimana pun, penghasilan tiap keluarga berbeda, dan kebutuhan anak pun berbeda. Berikan sejumlah uang berdasarkan apa yang Anda harapkan dilakukan oleh anak dengan uangnya. Apakah uang itu hanya digunakan untuk membeli makanan selama di sekolah, ataukah untuk memenuhi semua kebutuhannya, seperti saat jalan-jalan di mall bersama teman-temannya, membeli hadiah untuk ulang tahun temannya, untuk transportasi, membeli pulsa, dan lain sebagainya?
Maka, besarnya uang saku bisa Anda sesuaikan dengan kebutuhannya tersebut. Di sinilah Anda dapat mengajarkan anak untuk mengatur keuangan. Jika Anda memberikan uang saku mingguan, katakan bahwa uang tersebut harus digunakan untuk keperluan seminggu. Anda tak akan memberikan uang lagi jika anak sudah menghabiskan jatahnya sebelum jatuh satu minggu.
Jangan dijadikan imbalan untuk suatu kewajibannya
Kadang-kadang orangtua mengiming-imingi anak uang jika anak mau melakukan kewajibannya mengerjakan tugas-tugas rumah tangga. Namun banyak pakar keuangan kurang sepakat dengan pendekatan semacam ini. "Saran saya, pisahkan uang saku dari pekerjaan rumah tangga. Dengan cara itu, anak-anak akan memelajari nilai kerja sama dan pengalaman dalam keluarga," kata Aletha Solter, psikolog perkembangan dan pendiri Aware Parenting Institute di Goleta, California.
Perlu dipertimbangkan, saat ini anak-anak kerap menerima uang jajan tambahan, entah dari paman-bibinya, atau dari "bisnis" kecil-kecilan yang dilakukan dengan teman sekolahnya (misalnya dari hasil meminjamkan buku-buku komiknya). Karena merasa sudah tidak bergantung lagi dengan uang pemberian orangtuanya, mereka bisa saja menolak melakukan tugas menyapu atau mencuci piring di rumah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar