Mengasuh bayi tak hanya memberinya makan, minum, dan mainan. Bayi perlu perhatian termasuk dipijat, dibelai, dan disayang. Hasilnya ia akan sehat, bahagia, dan percaya diri. Syaratnya, yang memijat adalah orangtua atau orang terdekat si bayi. Bisa kakek, nenek, atau baby sitter tetapi bukan terapis atau tukang pijat.
Kenapa yang memijat adalah orangtua atau orang terdekat si bayi? Menurut Rina Poerwadi seorang instruktur pijat bayi bersertifikat (certified infant massage instructor), pada situasi ini terjadi proses pembelajaran baik kepada si bayi maupun orangtuanya. Ketika dipijat, bayi belajar mengenali suara orangtua, bau, dan sentuhannya. Jika prosesnya benar, ketika dipijat, bayi akan merasa aman dan nyaman. Tidak meronta-ronta apalagi menangis keras. Bayi dan orangtua saling bekerjasama. Tidak ada unsur pemaksaan, dan keduanya menikmati kebersamaan.
Pada saat pemijatan terbentuk suasana kebersamaan dan pengikat tali kasih (intimacy and bonding) antara orangtua dan anak. Perhatian dan kasih sayang orangtua langsung dirasakan oleh bayi. Peristiwa keintiman dan mengikatnya tali kasih ini akan terekam oleh keduanya, seumur hidup. Sentuhan dan pijatan kasih ini akan menjadi alat komunikasi yang paling jitu antara orangtua dan anak bila suatu saat nanti terjadi ketegangan emosional di antara mereka.
Pijatan juga memberi kesempatan keduanya untuk saling berekspresi. Meskipun bayi belum bisa mengutarakan secara jelas maksudnya kepada orangtua, bahasa tubuh adalah bentuk komunikasi secara langsung. Secara jelas tampak di wajah si mungil kegembiraan, kepercayaan diri, dan perasaan relaks. Selama memijat si mungil, Anda tentu harus menjaga kontak mata, mencium, mengelusnya dengan lembut, termasuk mengajaknya berbicara. Tindakan ini akan menjaga kedekatan hubungan Anda dengan bayi. Meskipun tampaknya hanya sekadar memijat, Anda sudah meningkatkan kelekatan emosional dengan dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar