Anak-anak ketika menginjak usia balita mulai menjadi tantangan tersendiri untuk orangtua. Mereka mulai menunjukkan sifat memberontak, egois, kasar dan sulit dikontrol.
Orangtua pun kewalahan menghadapi sikap anak tersebut. Apalagi biasanya sikap mereka diiringi dengan tangisan, yang bisa membuat orangtua semakin stres.
Kenapa anak bisa memiliki sikap tersebut? Menurut dua psikolog anak Jacob Azerrad dan Paul Chance dalam tulisannya di Psychology Today, ada banyak sebabnya mulai dari terlalu banyak mengonsumsi gula, alergi, televisi dan masalah psikologi.
Di luar faktor tersebut, dua psikolog itu percaya, ada sebab lainnya yang sangat mempengaruhi sehingga anak dengan mudahnya menjadi tidak terkontrol. Menurut mereka penelitian menunjukkan perilaku buruk anak itu terjadi karena orangtua memberikan perhatian yang salah.
Dalam penelitiannya psikolog Betty Hart dan koleganya di University of Washington melakukan penelitian pada seorang bocah berusia empat tahun bernama Bill. Bill dijuluki 'crybaby' di pre schoolnya. Setiap pagi anak itu akan mengeluarkan jurus menangisnya 5-10 kali. Dia akan menangis saat jatuh atau saat anak lain mengambil mainannya. Setiap Bill menangis, guru akan mendatangi untuk menenangkannya. Hart dan koleganya melihat perhatian yang diberikan pada Bill untuk menenangkannya itu justru jadi penyebab kenapa anak itu suka menangis.
Untuk memperkuat hipotesa tersebut, para peneliti kemudian meminta guru-guru Bill untuk menerapkan strategi baru. Sekarang, setiap Bill menangis, gurunya akan melihat padanya untuk mengetahui apakah dia terluka atau tidak. Kalau memang dia tidak terluka, sang guru tidak akan mendatanginya, bicara padanya atau memperhatikannya.
Guru hanya akan memberikan perhatian khusus pada Bill hanya jika dia terluka atau kalau dia memang jatuh (tapi tidak terluka) dan tak menangis. Sang guru akan memberikan pujian pada Bill atas sikapnya itu. Hasilnya, setelah lima hari frekuensi menangis Bill berkurang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar